Pembatal-Pembatal Tayamum
Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny
Pembatal-Pembatal Tayamum ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 19 Syawal 1442 H / 31 Mei 2021 M.
Download kajian sebelumnya: Tidak Bisa Berwudhu dan Bertayamum, Apa Yang Harus Dilakukan?
Kajian Tentang Pembatal-Pembatal Tayamum
Pembatal tayamum adalah semua pembatal wudhu ditambah satu lagi, yaitu adanya air. Semua pembatal wudhu menjadi pembatal tayamum. Seperti keluarnya angin dari jalan belakang, kencing, BAB, keluarnya madzi, keluarnya wadhi, tidur yang sudah berat dan tidak merasakan apapun yang ada di sekitarnya. Karena ini semuannya adalah pembatal wudhu, maka itu juga menjadi pembatal ibadah tayamum.
Begitu pula dengan hadas-hadas besar, itu juga menjadi pembatal tayamum. Kalau hadas kecil saja membatalkan tayamum, maka hadas besar juga demikian, bahkan lebih parah. Seperti misalnnya keluar mani, berjima’, keluar haid, nifas.
Masalah berkaitan dengan pembatal tayamum
Ada beberapa masalah lagi yang berkaitan dengan ini. Di antarannya:
Apabila seseorang asalnya tidak mendapatkan air kemudian, orang ini bertayamum. Setelah itu turunlah hujan yang berarti dia sudah mendapatkan air sebelum dia shalat. Pertanyaannya apakah tayamumn batal? Maka jawabannya iya.
Hal ini telah disepakati oleh para ulama. Imam Besar dalam mazhab Maliki, yaitu Imam Ibnu Abdil Barr Rahimahullahu Ta’ala pernah mengatakan: “Para ulama telah bersepakat bahwa orang yang sudah selesai bertayamum, kemudian setelah itu dia mendapatkan air sebelum melakukan shalatnya, maka tayamumnya batal dan dia tidak boleh shalat dengan dengan tayamumnya itu.”
Apabila ada seseorang selesai tayamum, kemudian setelah itu dia menjalankan shalat, di tengah-tengah shalat ternyata hujan turun. Apakah dia boleh menyempurnakan shalatnya atau dia tidak boleh menyempurnakan shalatnya? Apakah shalat otomatis batal karena tayamumnya batal?
Dalam masalah ini ada dua pendapat yang masyhur dari para ulama. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang keadaannya seperti ini harus menghentikan shalatnya kemudian dia berwudhu dan memulai shalatnya dari awal. Intinya bahwa shalatnya dikatakan batal karena tayamumnya batal. Ini pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Imam Ats-Tsauri, Imam Ibnu Hazm Rahimahumullahu Ta’ala.
Dalil yang paling kuat dari pendapat ini adalah sabda Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
الصَّعِيدُ الطَّيِّبُ وَضُوءُ الْمُسْلِمِ وَلَوْ إِلَى عَشْرِ سِنِينَ فَإِذَا وَجَدْتَ الْمَاءَ فَأَمِسَّهُ جِلْدَكَ
“Ash-Sha’id yang baik adalah sarana wudhunya seorang muslim, walaupun ia tidak mendapatan air selama sepuluh tahun. Apabila engkau mendapatkan air, maka basahilah kulitmu dengan air itu.” (HR. Abu Dawud)
Di sini disebutkan bahwa ketika seseorang mendapatkan air, maka dia diperintahkan menggunakannya untuk bersuci. Dan orang yang tadinya bertayamum kemudian dia memulai shalatnya, di tengah-tengah shalat dia mendapatkan air, maka dia masuk dalam hadits ini. Sehingga dia diperintahkan untuk membasahi kulitnya dengan air, maksudnya dia diperintahkan untuk berwudhu.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50212-pembatal-pembatal-tayamum/